Contoh Laporan Pendahuluan Hemoroid




 By Mega R Wijayanti, S.Kep.,CHt

Hemoroid merupakan pelebaran yang terjadi pada satu atau lebih vena hemoroidalis (Mansjoer, 2000). Hemoroid (Wasir) timbul akibat kongesti vena yang ditimbulkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Hemoroid (Wasir) sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini bukan termasuk keadaan yang mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman (Price dan Wilson, 2006). Hemoroid sering menyerang pada usia diatas 50 tahun.  
    DEFINISI
1.      Hemoroid merupakan pelebaran yang terjadi pada satu atau lebih vena hemoroidalis (Mansjoer, 2000).
2.      Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemoroidalis (Sudoyo Aru, dkk 2009).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa hemoroid merupakan pelebaran vena di daerah anus yang berasal dari vena hemoroidalis
     ETIOLOGI
a.           Faktor predisposisi merupakan faktor penyebab yang berasal dari herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal). Menurut Tambayong (2000) faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid berdarah akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rectum. Apabila terjadi trombosis, ulserasi, dan perdarahan maka akan menimbulkan nyeri. Darah segar sering tampak sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an. 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan vena yang melebar.
b.           Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
1.      Mengejan pada waktu defekasi.
2.      Konstipasi menahun tanpa pengobatan.
3.      Pola buang air besar yang salah.
4.      Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor.
5.      Kehamilan.
6.      Usia tua.
7.      Diare kronik.
8.      Hubungan seks peranal.
9.      Kurang minum air.
10.  Kurang Olahraga.
c.           Klasifikasi dan derajat (Sudoyo Aru, dkk 2009)
Berdasarkan gambaran klinis hemoroid interna dibedakan mejadi :
1.      Derajat 1 : Pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2.      Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
3.      Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari.
4.      Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami thrombosis dan infark.
Secara Anoskopi hemoroid dapat dibagi menjadi :
1.      Hemoroid eksterna: diluar atau dibawah linea dentate.
2.      Hemoroid interna : didalam atau diatas linea dentate.
    
    PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Apabila aliran darah vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena dimana sfingter ani membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter ani. Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena portal dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal. Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis. Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, hal ini akan menyebabkan pendarahan dalam feces. Jumlah darah yang hilang sedikit tetapi apabila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia. Hemoroid eksternaakan ditandai di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan, jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan antara lain :
1.      Timbul rasa gatal dan nyeri.
2.      Perdarahan berwarna merah terang saat defekasi.
3.      Pembengkakakn pada area anus.
4.      Nekrosis pada area disekitar anus.
5.      Perdarahan/prolaps.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.         Inspeksi
1)  Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung thrombus.
2)  Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.
3)  Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b.         Rectal touch.
1) Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila sudah ada fibrosis.
2) Rectal touch, diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma recti.
3)  Anoscopi, Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.
DIAGNOSA
a.       Ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu.
b.      Nyeri b.d iritasi, tekanan dan sensitifitas pada area rectal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pascaoperatif.
c.       Intoleransi aktivitas
d.      Resiko infeksi.


H.    RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No
Diagnosa keperawatan
Tujuan dari kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1.
Ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu.
Tujuan :
Kecemasan berkurang.
Criteria hasil:
pasien mengatakan kecemasan telah berkurang dan berpartisipasi aktiv dalam proses perawatan.
-       Kaji tingkat kecemasan.


-       Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan.
-       Berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
-       Dampingi dan dengarkan pasien.


-       Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan
R : Menentukan tingkat kecemasan untuk menentukan tindakan yang tepat.
R : Menentukan informasi yang akan diberikan.

R : Mengurangi kecemasan.


R : Meningkatkan rasa percaya dan rasa aman sehingga cemas berkurang.
R : Sebagai support system dan mengurangi rasa malu.
2.
Nyeri b.d iritasi, tekanan dan sensitifitas pada area rectal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pascaoperatif
Tujuan :
Nyeri pada anus berkurang dengan skala nyeri 0-1.
Criteria hasil :
 - wajah pasien tampak rileks.
  - Kaji skala nyeri.



-       Anjurkan tarik nafas dalam ketika nyeri timbul.
-       Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan keinginan pasien.
-       Observasi TTV




-       Anjurkan untuk tidak mengejan berlebih saat defekasi
R: Menentukan tingkat nyeri dan menentukan tindakan yang tepat.
R: Mengurangi rasa nyeri.

R : Memberikan rasa nyaman.


R : Identifikasi komplikasi nyeri ditandai dengan peningkatan tekanan darah.
R : Mengurangi rasa nyeri dan prolaps varices.
3.
Intoleransi aktivitas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa gangguan.
Criteria hasil :.
a.       Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
b.      Vital sign normal.
c.       Mampu berpindah: dengan atau tanpa alat bantu.
-       Bantu klien utuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
-       Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas.
R : Mengurangi nyeri.


R : mengurangi resiko cidera.
4.
Resiko Infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan diharapkan resiko infeksi terhindari.
Criteria hasil :
-  Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
-  Jumlah leukosit dalam batas normal.
-  Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
.
-       Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

-       Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

-       Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat infasiv.

-       Monitor Vital sign.

- Tingkatkan intake nutrisi.
R : Mengurangi resiko penularan penyakit dan resiko terpajan bakteri.
R : Mengurangi resiko terkontaminasi bakteri.


R : Mengurangi resiko infeksi.




R : Memonitor tanda-tanda infeksi.
R : Menambah imunitas.




Refferensi: 


Alimul, H. A. A. 2007.Riset keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Basuki, Ngudi. 2007. Pengaruh teknik distraksi dan relaksasi terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah. Dikutip tanggal 1 Oktober 2014 dari website http:/www.poltekes-soeproen.ac.id/?prm=artikel&yar=detail&id=27.
Carpenito, L. J. 2001. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan patologi anatomi. Edisi2. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, A. C. Hall, S. E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2000. Buku ajar ilmu bedah, Editor: R.Syamsuhidajat, W. D. Jong, Edisi revisi. Jakarta:EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media Aeskulapius.
Nanda. 2011. Pedoman diagnosa keperawatan, Alih Bahasa Budi Sentosa. Jakarta: Arima Medika.
            Sudoyo Aru, dkk 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, 2, 3, edisi keempat. Internal Publishing. Jakarta
 




 

Comments

Popular posts from this blog

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

KEPERAWATAN KOMPLEMENTER

TERAPI MUSIK SEBAGAI TERAPI KOMPLEMENTER